INSPIRASI
KUMBAYA
Disampaikan pada
: KAMIS, 10 MEI 2012
DANIEL C. SAPUTRA
EMPAT OBAT MUJARAB
Sobat… Ada seorang anak muda… Ia
telah berusaha memberikan dasar yang kokoh bagi keluarganya. Namun ia menemukan
kekosongan di dasar sanubarinya… Ia dilanda kecemasan dan kehilangan arah
hidup. Semakin hari situasinya semakin parah… Akhirnya, Ia
memutuskan untuk pergi ke dokter sebelum menjadi amat terlambat.
Setelah mendengarkan keluhannya, dokter memberikan empat bungkus obat sambil berpesan;
Setelah mendengarkan keluhannya, dokter memberikan empat bungkus obat sambil berpesan;
“Besok
pagi sebelum jam sembilan pagi engkau harus menuju pantai seorang diri sambil
membawa ke empat bungkus obat ini… Jangan membawa buku atau majalah. Juga
jangan membawa radio atau tape… Di pantai nanti anda membuka bungkusan obat
sesuai dengan waktu yang tercatat pada bungkusannya, yakni pada jam sembilan,
jam dua belas, jam tiga dan jam lima.
Dengan mengikuti resep yang ada di dalamnya aku yakin penyakitmu akan
sembuh...”
Sobat… Orang tersebut berada di antara percaya dan ragu akan resep yang diberikan dokter…
Sobat… Orang tersebut berada di antara percaya dan ragu akan resep yang diberikan dokter…
Namun
demikian pada hari berikutnya ia pergi juga ke pantai…
Begitu
tiba di pesisir pantai di pagi hari, sementara matahari pagi mulai muncul di
ufuk timur dan laut biru memantulkan kembali sinarnya yang merah keemasan itu,
sambil deru ombak datang silih berganti, hatinya dipenuhi kegembiraan yang amat
dalam…
Tepat jam sembilan, ia membuka bungkusan obat yang pertama…
Tepat jam sembilan, ia membuka bungkusan obat yang pertama…
Tapi tak
ia dapati obat didalamnya, cuma secarik kertas dengan tulisan: “Dengarlah”. Aneh bin ajaib, orang
tersebut patuh pada apa yang diperintahkan. Ia lalu duduk tenang mendengarkan
desiran angin pantai serta deburan gelombang yang memecah bibir pantai.
Ia bahkan
secara perlahan-lahan mampu mendengarkan setiap detak jantungnya sendiri yang
menyatu dengan melodi musik alam di pantai itu…
Telah
begitu lama ia tak pernah duduk dan menjadi sungguh tenang seperti hari ini. Ia
terlampau sibuk dengan usahanya… Saat ini ia merasa seakan-akan jiwanya dibasuh
bersih…
Jam dua belas tepat... Ia membuka bungkusan obat yang kedua. Tentu seperti halnya bungkusan yang pertama, tak ada obat yang didapati kecuali selembar kertas bertulis, “Mengingat”.
Jam dua belas tepat... Ia membuka bungkusan obat yang kedua. Tentu seperti halnya bungkusan yang pertama, tak ada obat yang didapati kecuali selembar kertas bertulis, “Mengingat”.
Ia
beralih dari mendengarkan musik pantai yang indah dan nyaman itu dan
perlahan-lahan mengingat setiap jejak langkahnya sendiri sejak kanak-kanak… Ia
mengingat masa-masa sekolahnya dulu, mengingat kedua orang tuanya yang
senantiasa memancarkan kasih di wajah mereka… Ia juga mengingat semua teman
yang ia cintai dan tentu juga mencintainya. Ia merasakan ada segumpal kekuatan
dan kehangatan hidup memancar dari dasar batinnya.
Ketika ia membuka bungkusan ketiga saat waktu menunjukan jam tiga tepat, ia menemukan secaraik kertas dengan tulisan: “Menimbang dan menilai motivasi.”
Ketika ia membuka bungkusan ketiga saat waktu menunjukan jam tiga tepat, ia menemukan secaraik kertas dengan tulisan: “Menimbang dan menilai motivasi.”
Ia
memejamkam mata, memusatkan perhatiannya untuk menilai kembali niat pertama
ketika ia membangun usahanya… Saat itu yang menjadi inspirasi utama ia membuka
usahanya adalah secara gigih bekerja untuk melayani kebutuhan sesamanya… Namun
ketika usahanya kini telah memperoleh bentuknya, ia lupa hal ini dan hanya
berpikir tentang keuntungan yang bakal diperoleh.
Keuntungan
kini menjadi penguasa dirinya, ia telah berubah menjadi manusia yang egoistis,
serta lupa memperhatikan nasib orang lain… Ia kini seakan telah mampu melihat
akar penyakitnya sendiri, ia menemukan alasan yang senantiasa membuatnya cemas.
Ketika matahari telah hilang dan bentangan laut berubah merah, ia membuka bungkusan obatnya yang terakhir… Di sana tertulis: “Tulislah segala kecemasanmu di bibir pantai.” Ia menuju bibir pantai, lalu menuliskan kata “cemas”. Ombak datang serentak dan menghapus apa yang baru dituliskannya. Bibir pantai seakan disapu bersih, kata “cemas” yang baru ditulisnya hilang ditelan ombak.
Siapakah tokoh utama dalam kisah di atas…??? Mungkin kita, mungkin pula anda...!!!
Ketika matahari telah hilang dan bentangan laut berubah merah, ia membuka bungkusan obatnya yang terakhir… Di sana tertulis: “Tulislah segala kecemasanmu di bibir pantai.” Ia menuju bibir pantai, lalu menuliskan kata “cemas”. Ombak datang serentak dan menghapus apa yang baru dituliskannya. Bibir pantai seakan disapu bersih, kata “cemas” yang baru ditulisnya hilang ditelan ombak.
Siapakah tokoh utama dalam kisah di atas…??? Mungkin kita, mungkin pula anda...!!!
Pernahkah
kita secara tulus mendengarkan bahasa batin kita sendiri…? Atau pernahkah kita
mengingat segala yang manis maupun pahit yang terjadi di masa silam namun telah
membentuk siapa kita saat ini…? Apa yang menjadi motivasi utama hidup kita hari
ini dan besok…? Dan apa kecemasan kita…?
Sobat… Mari kita menuliskan setiap beban dan kecemasan kita dan kita serahkan kepada Dia; Tuhan yang akan memberikan kekuatan kepada kita.
Sobat… Mari kita menuliskan setiap beban dan kecemasan kita dan kita serahkan kepada Dia; Tuhan yang akan memberikan kekuatan kepada kita.
Daniel C. Saputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar