INSPIRASI
KUMBAYA
Disampaikan pada
: JUM’AT, 04 MEI 2012
DANIEL C. SAPUTRA
BERBAGI KASIH
Sobat…
Ketika
kita merenungkan akan hidup kita, tentunya banyak hal yang telah kita alami…
Ketika
kita merenungkan akan kasih Tuhan yang nyata dalam hidup kita… Banyak hal…
Banyak alasan yang membuat kita bersyukur dan berterima kasih atas anugerah
yang telah Dia berikan untuk kita…
Tetapi
kondisi tersebut akan dengan mudah berbalik arah, bahkan hal itu seringkali
terjadi dalam hidup kita…
Kita
senantiasa merasa banyak kekurangan di dalam hidup ini… sehingga kita kita
dibutakan karenanya…
Sobat…
Banyak orang memiliki materi yang berlimpah… Tetapi masih saja ia merasa
kurang… masih saja mengeluh… dan dia tidak dapat bersyukur…
Sobat…
tidak ada damai sejahtera dan sukacita bukan karena kekurangan dalam hal
materi… tetapi karena dia tidak dapat bersyukur dan tidak dapat membagikan
kasih kepada sesama…
Sebuah kisah untuk perenungan
kita…
Sobat…
ada seorang yang bernama BAI FANG LI. Pekerjaannya adalah seorang tukang becak…
Seluruh
hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya…, mengayuh dan mengayuh untuk
memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya… Mengantarkan kemana saja
pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.
Sobat…
Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran
becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya… Tetapi semangatnya luar
biasa untuk bekerja…
Mulai jam
enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan… Dia
melalang di jalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia
akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.
Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia
pribadi yang ramah dan senyum yang tak pernah lekang dari wajahnya… Dan ia tak
pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya.
Namun
karena kebaikan hatinya itu…, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar
lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah
tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan
mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.
Sobat…
Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah
yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan
dan pemulung lainnya…
Gubuk
itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian… Perlengkapan di
gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek
dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah
sepanjang hari mengayuh becak…
Gubuk itu
hanya merupakan satu ruang kecil dimana ia biasa merebahkan tubuhnya
beristirahat…, di ruang itu juga ia menerima tamu yang membutuhkan bantuannya…,
di ruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua
miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal.
Ada sebuah piring seng comel dimana
biasa ia makan…, ada sebuah tempat minum dari kaleng.
Di pojok
ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa
dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah
menjelang.
Sobat…
Bai Fang Li tinggal sendirian di gubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia
seorang pendatang.
Tak ada
yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah… Tapi nampaknya ia tak
pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang
murah hati dan suka menolong. Tangannya sangat ringan menolong orang yang
membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan
pujian atau balasan.
Dari
penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia
mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan
membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya
sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek…
Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya
disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan
menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin… Yayasan yang juga mendidik anak-anak
yatim piatu melalui sekolah yang ada.
Hatinya
sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar
seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar
6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu
yang baru berbelanja… Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat
di pundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan
kegembiraan yang sangat jelas terpancar di mukanya, ia menyambut upah beberapa
uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit
bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang
diperolehnya hari itu…
Beberapa
kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan
menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ke tempat
sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang
kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu ke mulutnya,
menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga…
Sobat…
Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi
makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan
untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis
bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.
“Uang
yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….,” jawab anak itu.
“Orang
tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.
“Saya tidak
tahu…., ayah ibu saya pemulung…. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi
memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari
makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…,” sahut anak itu.
Sobat…
Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama
Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing,
dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu
nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.
Bai Fang
Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli
dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena
memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk
mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja
mereka kesulitan…
Bai Fang
Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim
piatu miskin di Tianjin.
Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan
mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar
mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan
pendidikan yang layak…
Sobat…
Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya
mulai jam 6 pagi sampai jam 8 malam dengan penuh semangat untuk
mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa
gubuknya dan membeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong
kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan
ke Yayasan yatim piatu itu... Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.
Ia merasa
sangat bahagia melakukan semua itu…, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan
dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian
rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah.
Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna.
Mhmm… tapi masih cukup bagus… gumamnya senang.
Bai Fang
Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca
yang silih berganti, di tengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau
dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.
“Tidak
apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat
makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua
ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian
besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.
Hari demi
hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang
Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada
yayasan yatim piatu di Tianjin itu…
Saat
berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500
(sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan
menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.
Bai Fang
Li berkata “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat
menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan….,”
katanya dengan sendu.
Semua
guru di sekolah itu menangis….
Sobat…
Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun…, ia meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun
begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesar RMB 350.000
(kurs 1300, setara 455 juta rupiah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu
dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak
miskin.
Sobat…
Mungkin
hidup kita lebih beruntung dibandingkan dengan Bai Fang Li… Tetapi apakah kita
mendapatkan kedamaian yang lebih dibandingkan dengan dia…???
Mungkin
kita hidup secara berkecukupan… atau mungkin berkelimpahan…
Disekeliling
kita ada keluarga yang mengasihi kita… Kita punya punya tempat tinggal yang
layak… Kita punya pekerjaan… Punya yang lain… dan yang lain…
Sobat…
seringkali kita dibutakan karena materi… sehingga kita terus dan terus merasa
kekurangan… Sehingga damai sejahtera dan sukacita hilang dari kehidupan kita…
Sobat…
Kasih yang telah Tuhan berikan kepada kita… Dengan wujud yang nyata telah
dianugerahkan kepada kita… Sobat… Kasih bukanlah sekedar apa yang kita
keluarkan dari mulut kita… Tetapi kasih harus diwujudnyatakan di dalam hidup
kita…
Sobat…
Kasih adalah pembawa damai sejahtera… dan kasih, mengajarkan kepada kita untuk
memiliki hidup yang senantiasa bersyukur…
Selamat berbagi kasih… Selamat
bersyukur…
Daniel C. Saputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar