REFLEKSI NATAL
Sobat… Apakah arti NATAL untuk kita…???
Sudahkah kita membuka hati agar DIA lahir di dalam hidup kita…???
Sudahkah kita membuka hati agar DIA hadir dan menyentuh hidup kita sehingga
terjadi pembaharuan dan pemulihan bagi kita…???
Sebuah kisah dari seorang anak kecil yang merindukan sosok seorang ayah yang
kiranya dapat menginspirasi kita…
BERIKAN AKU SEORANG AYAH
Secarik
kertas koran terbang dikipas angin dan tersangkut pada tiang listrik. Dari
kejauhan bisa aku baca judul besar yang tertulis dengan warna merah pada
halaman kertas itu yang mengingatkan saya akan natal yang kini tiba. Malam
nanti adalah "Malam Kudus, Malam Damai" dan setiap hati pasti
mengimpikan agar di malam ini mereka bisa menemukan setitik kesegaran,
menemukan secercah kedamaian yang dibawa oleh Allah.
Judul di
kertas koran itu tertulis dalam Karakter khusus bahasa Cina : "Selamat
Hari Natal: Semoga Harapan Anda Menjadi Kenyataan." Karena tertarik dengan
judul tersebut, saya memungut kertas koran yang sudah tercabik dan kotor itu
dan membacanya. Ternyata ini merupakan halaman khusus yang sengaja disiapkan
bagi siapa saja agar menuliskan impian dan harapannya.
Koran ini
seakan berperan sebagai agen yang meneruskan harapan mereka agar kalau boleh
bisa didengarkan oleh Allah. Ada
kurang lebih tiga puluh harapan yang dimuat di halaman koran hari ini. Namun
saya tertarik dengan harapan yang ditulis oleh seorang gadis kelas tiga SMP :
"Tuhan...apakah
Engkau sungguh ada? Aku tak pernah tahu tentang Engkau. Aku tak pernah melihat
diriMu. Namun banyak orang mengatakan bahwa malam ini Engkau yang jauh di atas sana akan menjelma
menjadi seorang manusia sama seperti diriku dan mendengarkan setiap harapan
yang ada di dasar setiap hati. Tuhan kalau Engkau sungguh ada dan malam ini
mengetuk hatiku, aku akan mengatakan kepadaMu bahwa aku butuh seorang ayah.
Berikanlah aku seorang ayah. Aku tahu bahwa harapanku ini bukanlah sesuatu yang
baru, karena sejak kecil aku secara terus-menerus merindukan hal ini."
"Kata
ibuku di rumahku ada seorang ayah. Aku tahu bahwa di rumahku, di samping ibuku
masih ada seorang lelaki yang hidup bersama kami. Dan kata ibu dia inilah yang
seharusnya aku panggil ayah. Namun aku tak pernah merasakan cinta seorang ayah.
Setiap hari kami tak pernah mengucapkan lebih dari tiga kalimat. Ketika kami
saling berpapasan, yang aku rasakan cumalah kebencian yang terpancar dari sudut
kedua matanya."
"Benar
bahwa ia membayar uang sekolahku. Ia juga membiayai kebutuhan hidupku. Tapi...
sebatas itukah yang disebut kasih sayang seorang bapa? Dia tak lebih dari pada
seseorang yang harus memenuhi sebuah tuntutan hukum untuk mendampingi diriku,
tetapi ia bukanlah ayahku. Setiap ongkos yang keluar untuk membayar uang
sekolahku harus aku bayar dengan derai air mata dan isakan tangis, harus aku
bayar dengan mata yang membengkak. Inikah kasih sayang seorang bapa?¡¨
"Tuhan...apakah
Engkau mendengarkan diriku? Malam ini ketika Engkau menjelma menjadi seseorang
seperti diriku dan menjenguk bathinku, hanya satu hal yang aku harapkan.
Berikanlah aku seorang bapa. Seorang bapa yang mencintaiku, seorang bapa yang
bisa menasihati aku tanpa mencaci diriku."
Setelah
membaca tulisan ini aku bisa merasakan kepedihan yang bercokol dalam diri si
gadis ini. Aku pernah menjadi seorang anak tiri, anak yang kehilangan seorang
bapa ketika masih berumur dua tahun. Dan betapa dalam dan besarnya kerinduanku
untuk bisa merasakan kasih sayang seorang bapa. Ketika berumur sembilan tahun
aku akhirnya boleh memperoleh seorang ayah lagi.
Namun
temanku, aku yakin anda pernah membaca kisah hidup anak tiri. Aku tak hanya
membaca, namun dengan hidupku sendiri aku mengalaminya. Ternyata kerinduanku
untuk menyapa seseorang sebagai bapa hanya bisa bertahan dalam mimpi. Itulah
nasib menjadi seorang anak tiri.
Namun
waktu terus bergulir. Bapa tiriku kini telah ubanan. Kalau dulu aku bermimpi
untuk dicintai oleh seseorang yang boleh aku panggil sebagai bapa, walau
mimpiku ini tak pernah menjadi kenyataan, namun kini aku hanya bisa berjuang
untuk mencintai seseorang dengan harapan bahwa ia boleh menyapa aku sebagai
anaknya…
Yang ada
di dasar bathinku bukanlah rasa marah dan dendam. Tapi belas kasihan. Dan ini
hanya menjadi mungkin karena aku telah mengalami cinta seorang Bapa yang dibawa
oleh seorang bayi mungil di kandang hina. Yesus yang lahir dalam dingin telah
mengatakan kepadaku bahwa ada seorang Bapa yang selalu dan senantiasa
mencintaiku. Aku tak perlu lagi mencari dan bermimpi. Kini adalah giliranku
untuk membalas cinta tersebut dengan mencintai orang lain, dan...terutama mencintai
ayah tiriku.
Sobat,
Bagaimana dengan kita…???
Adakah
kita merindukan DIA, untuk hadir bagi kita…???
Adakah
kita merindukan DIA, untuk menjadi BAPA bagi kita…???
Selamat Natal 2014
Tuhan Yesus senantiasa memberkati,
Daniel Saputra