Senin, 28 Maret 2011

BERBAGI KASIH


BERBAGI KASIH

Sobat…
Ketika kita merenungkan akan hidup kita, tentunya banyak hal yang telah kita alami…
Ketika kita merenungkan akan kasih Tuhan yang nyata dalam hidup kita… Banyak hal… Banyak alasan yang membuat kita bersyukur dan berterima kasih atas anugerah yang telah Dia berikan untuk kita…

Tetapi kondisi tersebut akan dengan mudah berbalik arah, bahkan hal itu seringkali terjadi dalam hidup kita…
Kita senantiasa merasa banyak kekurangan di dalam hidup ini… sehingga kita kita dibutakan karenanya…
Sobat… Banyak orang memiliki materi yang berlimpah… Tetapi masih saja ia merasa kurang… masih saja mengeluh… dan dia tidak dapat bersyukur…
Sobat… tidak ada damai sejahtera dan sukacita bukan karena kekurangan dalam hal materi… tetapi karena dia tidak dapat bersyukur dan tidak dapat membagikan kasih kepada sesama…

Sebuah kisah untuk perenungan kita…

Sobat… ada seorang yang bernama BAI FANG LI. Pekerjaannya adalah seorang tukang becak…
Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya…, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya… Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.

Sobat… Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya… Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja…
Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan… Dia melalang di jalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.

Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum yang tak pernah lekang dari wajahnya… Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya.
Namun karena kebaikan hatinya itu…, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.

Sobat… Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya…
Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian… Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak…

Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat…, di ruang itu juga ia menerima tamu yang membutuhkan bantuannya…, di ruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal.
Ada sebuah piring seng comel dimana biasa ia makan…, ada sebuah tempat minum dari kaleng.
Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.

Sobat… Bai Fang Li tinggal sendirian di gubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang.
Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah… Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong. Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan.

Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek… Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin… Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada.

Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja… Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat di pundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar di mukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang diperolehnya hari itu…

Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ke tempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu ke mulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga…

Sobat… Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.

“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….,” jawab anak itu.

“Orang tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.

“Saya tidak tahu…., ayah ibu saya pemulung…. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…,” sahut anak itu.

Sobat… Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.

Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan…

Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak…

Sobat… Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam 8 malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan membeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu... Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.

Ia merasa sangat bahagia melakukan semua itu…, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmm… tapi masih cukup bagus… gumamnya senang.

Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, di tengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.

“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.

Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu…
Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.

Bai Fang Li berkata “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan….,” katanya dengan sendu.

Semua guru di sekolah itu menangis….

Sobat… Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun…, ia meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesar RMB 350.000 (kurs 1300, setara 455 juta rupiah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.

Sobat…
Mungkin hidup kita lebih beruntung dibandingkan dengan Bai Fang Li… Tetapi apakah kita mendapatkan kedamaian yang lebih dibandingkan dengan dia…???
Mungkin kita hidup secara berkecukupan… atau mungkin berkelimpahan…
Disekeliling kita ada keluarga yang mengasihi kita… Kita punya punya tempat tinggal yang layak… Kita punya pekerjaan… Punya yang lain… dan yang lain…

Sobat… seringkali kita dibutakan karena materi… sehingga kita terus dan terus merasa kekurangan… Sehingga damai sejahtera dan sukacita hilang dari kehidupan kita…

Sobat… Kasih yang telah Tuhan berikan kepada kita… Dengan wujud yang nyata telah dianugerahkan kepada kita… Sobat… Kasih bukanlah sekedar apa yang kita keluarkan dari mulut kita… Tetapi kasih harus diwujudnyatakan di dalam hidup kita…

Sobat… Kasih adalah pembawa dama sejahtera… dan kasih, mengajarkan kepada kita untuk memiliki hidup yang senantiasa bersyukur…

Selamat berbagi kasih… Selamat bersyukur…
Tuhan Yesus memberkati…

Daniel C. Saputra

Sabtu, 26 Maret 2011

HADIAH SEORANG MALAIKAT KECIL


HADIAH SEORANG MALAIKAT KECIL

Sebuah kisah untuk perenungan kita…

Sobat… Pada suatu hari, di sebuah desa ada seorang nenek tua yang sakit-sakitan.
Nenek tua ini hidup dari belas kasihan orang-orang. Nenek tua ini tinggal berdua dengan cucunya yang masih remaja, karena dari kecil mamanya meninggalkannya dan papanya meninggalkan mamanya saat mamanya mengandung anak remaja ini. Singkat cerita dia sama sekali tidak mengenal orangtua-nya… Semenjak bayi, sang cucu dirawat dengan penuh kasih sayang dari sang nenek sampai tiba waktunya nenek itu sudah tua dan mulai sakit-sakitan… Anak remaja ini sangat sedih melihat kondisi neneknya dan ia ingin membawa neneknya ke rumah sakit… namun tidak ada uang. Sedangkan untuk bersekolah saja tidak bisa, anak remaja ini sekolah sampai kelas 3 SMP.
Desa yang ditempati oleh mereka adalah desa yang sangat jarang penduduknya dan merupakan desa terpencil. Dia tidak tahu harus bagaimana sementara kondisi neneknya makin parah…

Sobat… Sementara cucunya (anak remaja ini) berjalan kian kemari meminta pertolongan.
Sambil mengamen di jalanan untuk biaya makan dan berobat neneknya, ada seorang anak TK yang melambaikan tangan ke arah anak remaja itu dari dalam mobil…
Anak remaja itu melihat ke arah anak TK itu dan anak TK itu memanggilnya "Hai kak, ayo kemari". Di tangan anak itu dipegangnya sebuah kantong plastik berwarna hitam lalu diberikannya.

Sobat… Sang remaja ini heran dan membukanya… dan ternyata berisi nasi kotak dengan lauk yang enak. Sang remaja ini berpikir "Pas sekali, bisa dimakan untuk kami berdua dengan nenek."
Sobat… Lalu anak remaja itu mengucapkan terima kasih kepada anak TK ini dan segera pergi membawanya kepada neneknya.

Sobat… Namun, sementara anak remaja ini hendak pergi, sang anak TK itu memanggil lagi "Kak kemari…!!". Lalu dia membersihkan mukanya yang kotor dan bajunya yang kusam dan bau dan segera menghampiri anak TK ini.

Sang remaja berkata "Ada apa, Dik…?? " Dia terheran-heran dengan anak TK ini. Lalu sang ayah membuka mobilnya dan segera turun menjumpainya. Anak remaja ini mulai ketakutan dan berkata "Ada apa Pak, apakah saya salah…???"

Lalu sang bapak segera tertawa dan mengajak remaja itu naik ke mobilnya bersama anaknya untuk pergi jalan-jalan ke mal…
Sobat… Dengan spontan anak remaja itu menolak dan mengatakan "tidak usah, terima kasih. Di rumah saya ada seorang nenek yang sedang menunggu saya, namun dia sedang sakit keras, dia butuh pengobatan untuk kesembuhannya dan jikalau tidak maka nenek akan segera meninggal…".

Bapak itu terharu, sementara anaknya yang TK asyik merengek meminta anak remaja itu ikut. Bapak itu berkata "Nak, naiklah, kita pergi membeli pakaian untukmu dan kemudian kita segera pergi ke rumahmu dan membawa nenekmu ke rumah sakit..."

Sobat… Remaja itu menangis seolah tidak percaya maka dia menanyakan ulang "Apa Pak, benarkah demikian?"

Bapak itu mengatakan, "Betul Nak, mari naiklah."

Sobat… Singkat cerita bapak itu naik dan kemudian dia baru menyadari bahwa bapak dan anak TK itu adalah orang Kristen. Kemudian remaja ini bertanya "Pak, kenapa bapak dan anak bapak baik sekali pada kami orang yang miskin ini…???"

Lalu bapak itu tersenyum dan berkata "Nak, ini adalah hadiah terindah yang Tuhan berikan kepadamu… yaitu lewat seorang anak TK yang memberikan nasi kotak yang dimilikinya untukmu dan terlebih lagi nenekmu akan segera sembuh dan kamu akan segera sekolah kembali dan tinggal di rumah kami yang besar."

Remaja ini menangis terharu dan berkata "Terima kasih Tuhan, hari ini Engkau memberikan kepadaku malaikat kecil yang mau membantuku dan seorang bapak yang mau memperhatikan keadaanku…"

Sobat… menyimak kisah tersebut…
Adakah alasan bagi remaja itu untuk tidak mengeluh…???
Dia sudah tidak memiliki orang tua… Ditengah kemiskinannya, dia hanya tinggal bersama seorang nenek tua yang sudah sakit – sakitan… Dia putus sekolah… dan dia juga harus mencukupi kebutuhan makan dan pengobatan untuk nenek yang dia kasihi…
Sobat… Bagaimana kalau hal itu terjadi di dalam kehidupan kita…???
Mampukah kita bertahan…??? Mampukah kita menerima keadaan tersebut…??? Dan mampukah kita dengan segala cara kita dapat mencari jalan keluar…???
Ataukah kita menyalahkan keadaan…??? Bahkan menyalahkan Tuhan…!!! Dan kita menjadi orang yang putus asa…???

Sobat… kisah tersebut mengajarkan kepada kita…
Remaja itu tidak putus asa… Walaupun dia miskin… Walaupun dia putus sekolah… Walaupun dia menjadi seorang pengamen untuk mencukupi biaya hidup untuk dirinya dan neneknya…

Sobat… dengan kesetiaan remaja tersebut, dan kasihnya kepada nenek yang sakit – sakitan, muncullah seorang malaikat kecil bagi dirinya…
Melaluinya… bukan hanya dia mendapatkan makan, pakaian, sekolah dan tempat tinggal… tetapi diapun dapat menolong neneknya…

Sobat… setiap kita pasti memiliki masalah dalam hidup kita…
Tetapi janganlah kita putus asa… tetaplah untuk setia…
Janganlah menyalahkan keadaan, karena kita diciptakan untuk memiliki pengharapan…
Janganlah menyalahkan Tuhan… Karena Dialah yang memelihara, memberiikan kekuatan dan memberikan jalan keluar dari setiap masalah yang kita hadapi…

Tetap Berharap pada Tuhan,
Tuhan Yesus memberkati


Daniel C. Saputra


Jumat, 25 Maret 2011

TUHAN ITU BAIK


TUHAN ITU BAIK

Sobat…
Setelah seharian kita disibukkan dengan berbagai pekerjaan, tentunya banyak hal yang telah kita alami… Banyak hal yang telah terjadi di dalam kehidupan kita…
Sobat… ada keberhasilan, namun juga ada kegagalan yang kita alami…
Ketika kita merenungkan perjalanan kehidupan kita… ketika kita mengingat – ingat kembali langkah demi langkah yang telah kita ayunkan… Apakah kita dapat mengatakan bahwa Tuhan itu baik…???

Sebuah kisah untuk perenungan kita…

Sobat… Ada dua orang yang mengadakan perjalanan bersama…
Mereka membawa seekor keledai untuk mengangkut barang-barang mereka, sebuah obor untuk menerangi jalan di waktu malam, dan seekor ayam, yang merupakan teman keledai itu… Ayam itu duduk di kepala keledai sepanjang perjalanan.

Salah seorang di antaranya sangat saleh, sedangkan seorang yang lainnya tidak percaya kepada Tuhan. Sobat… Sepanjang jalan mereka sering berbincang-bincang tentang Tuhan. "Tuhan itu sangat baik," kata orang yang pertama…

"Kita akan lihat jika pendapatmu itu bisa bertahan dalam perjalanan ini," kata orang yang kedua.

Sobat… Menjelang petang, mereka tiba di sebuah desa kecil, dan mereka mencari tempat bermalam… Meskipun mereka sudah mencari kesana kemari, tapi tidak seorang pun menerima mereka…
Dengan berat hati mereka meneruskan perjalanan sampai keluar kota itu, dan mereka memutuskan tidur di sana.

Orang yang kedua berkata dengan nada sinis kepada orang yang pertama… "Saya pikir kamu tadi bilang bahwa Tuhan itu baik,"

"Tuhan telah memutuskan bahwa di sinilah tempat bermalam kita yang terbaik," jawab orang yang pertama tersebut...

Mereka memasang tempat tidur mereka di bawah sebuah pohon yang besar, di samping jalan menuju ke desa tadi, lalu mengikat keledai mereka lima meter dari tempat tidur mereka…
Sobat… Ketika mereka mau menyalakan obor, tiba-tiba terdengar suara gaduh. Seekor singa menerkam keledai mereka hingga mati dan menyeretnya untuk dimakan… dan dengan segera kedua orang itu memanjat pohon agar selamat.

"Kamu masih bilang bahwa Tuhan itu baik?" kata orang yang kedua dengan marah.

"Jika singa itu tidak menerkam keledai kita, ia tentunya menyerang kita. Tuhan memang baik," jawab orang yang pertama.

Beberapa saat kemudian terdengar jeritan ayam mereka. Dari atas pohon, mereka bisa melihat bahwa seekor kucing liar telah menerkam ayam mereka dan menyeretnya ke sana kemari.

Sobat… Sebelum orang kedua sempat berkata sesuatu, orang yang pertama mengatakan, "Jeritan ayam itu sekali lagi menyelamatkan kita. Tuhan itu baik."

Beberapa menit kemudian… hembusan angin kencang memadamkan obor mereka, yang merupakan satu-satunya penghangat badan mereka di malam yang kelam itu. Sekali lagi orang yang kedua mengejek temannya. "Tampaknya kebaikan Tuhan terus bekerja sepanjang malam ini," katanya. Kali ini, orang yang pertama diam saja…

Sobat… Pagi hari berikutnya kedua orang itu kembali menuju desa itu untuk mencari makanan… Mereka segera mendapati bahwa segerombolan besar perampok telah menyerang desa itu semalam dan merampok seluruh desa itu.

Mengetahui hal ini orang yang pertama berkata, "Akhirnya menjadi jelas bahwa Tuhan itu memang sangat baik… Seandainya kita bermalam di desa ini, maka kita pasti sudah dirampok bersama seluruh desa ini. Seandainya… angin tidak memadamkan obor kita, maka para perampok itu, yang pasti melewati jalan di dekat tempat kita tidur, akan melihat kita dan merampok barang-barang kita. Jelas, Tuhan itu baik…!!"

Sobat…
Dalam hidup kita… kita tidak dapat dipisahkan dari kasih Tuhan…
Tuhan sungguh baik… Sangat baik untuk kita semuanya…

Sobat…
Ketika kita setia kepada Tuhan, bukan berarti perjalan hidup kita mulus adanya…
Akan ada tantangan, kerikil tajam yang merintangi langkah kita…
Atau terkadang, apa yang kita harapkan tidak menjadi kenyataan…
Tetapi tetaplah Dia adalah Allah yang sungguh amat baik… Dia membentuk kita sedemikian rupa, sehingga apa yang akan kita dapatkan, adalah anugrah yang terindah yang akan Tuhan berikan di dalam hidup kita…

Tetap setia… Tetap Percaya… dan Tetap Melihat kebaikan dan penyertaan Tuhan dalam hidup kita…

Selamat menyaksikan dan mengalami kebaikan Tuhan
Tuhan Yesus memberkati

Daniel C. Saputra

Sabtu, 19 Maret 2011

RANCANGAN INDAHNYA


RANCANGAN INDAHNYA


Sobat…
Berapa banyak diantara kita yang saat ini mengalami kekecewaan…???
Mungkin karena apa yang kita cita – citakan… apa yang kita harapkan tidak menjadi kenyataan…
Mungkin karena kegagalan – kegagalan yang kita alami…
Atau mungkin yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan…???
Ada masalah… ada pergumulan… dan masih banyak lagi alasan untuk kita kecewa…

Mungkin saat ini kita menangis… kita berontak dan berteriak…!!!
Atau mungkin saat ini, diantara kita ada yang menyalahkan keadaan… Ada diantara kita yang menyalahkan kekurangan dari diri kita… atau mungkin ada diantara kita yang menyalahkan TUHAN…!!!

Sobat… Sebuah kisah untuk perenungan kita…

Sobat… Ada seorang anak laki-laki yang berambisi bahwa pada suatu hari nanti ia akan menjadi jenderal angkatan darat… Anak itu pandai dan memiliki bakat yang lebih daripada cukup untuk dapat membawanya kemanapun ia mau... Untuk itu ia bersyukur kepada Allah, oleh karena ia adalah seorang anak yang takut akan Allah dan ia selalu berdoa agar supaya suatu hari nanti impiannya itu akan menjadi kenyataan…
Sobat… Sayang sekali, ketika saatnya tiba baginya untuk bergabung dengan angkatan darat, ia ditolak oleh karena memiliki telapak kaki yang rata...

Setelah berulang kali berusaha dan ia mengalami kegagalan, ia kemudian melepaskan hasratnya untuk menjadi jenderal dan ia menyalahkan Allah yang tidak menjawab doanya…
Sobat… Ia merasa seperti berada seorang diri, dengan perasaan yang kalah, dan diatas segalanya, rasa amarah yang belum pernah dialaminya sebelumnya…
Amarah yang mulai ditujukannya terhadap Allah. Ia tahu bahwa Allah ada, namun tidak mempercayaiNya lagi sebagai seorang sahabat, tetapi sebagai seorang tiran (penguasa yang lalim)… Ia tidak pernah lagi berdoa atau melangkahkan kakinya ke dalam gereja.
Sobat… Ketika orang-orang seperti biasanya berbicara tentang Allah yang Maha Pengasih, maka ia akan mengejek dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan rumit yang akan membuat orang-orang percaya itu kebingungan.

Sobat… pemuda itu kemudian memutuskan untuk masuk perguruan tinggi agar ia menjadi seorang dokter…
Dan begitulah, ia menjadi dokter dan beberapa tahun kemudian menjadi seorang ahli bedah yang handal…
Ia menjadi pelopor di dalam pembedahan yang berisiko tinggi dimana pasien tidak memiliki kemungkinan hidup lagi apabila tidak ditangani oleh ahli bedah muda ini. Sekarang, semua pasiennya memiliki kesempatan untuk menikmati suatu hidup yang baru.
Sobat… Selama bertahun-tahun, ia telah menyelamatkan beribu-ribu jiwa, baik anak-anak maupun orang dewasa. Para orang tua sekarang dapat tinggal dengan berbahagia bersama dengan putra atau putri mereka yang dilahirkan kembali, dan para ibu yang sakit parah sekarang masih dapat mengasihi keluarganya… Para ayah yang hancur hati oleh karena tak seorangpun yang dapat memelihara keluarganya setelah kematiannya, telah diberikan kesempatan baru.
Sobat… Setelah ia menjadi lebih tua maka ia melatih para ahli bedah lain yang bercita-cita tinggi dengan tekhnik bedah barunya tersebut…, dan lebih banyak lagi jiwa yang diselamatkan.

Sobat… Pada suatu hari tatkala ia beristirahat… tatkala ia menutup matanya dan Tuhan muncul menjumpai dirinya dalam suatu penglihatan... Di situ, masih penuh dengan kebencian, pria itu bertanya kepada Allah mengapa doa-doanya tidak pernah dijawab, dan Tuhan berkata…,
"Pandanglah ke langit anakKu…, dan lihatlah impianmu menjadi kenyataan." Di sana, ia dapat melihat dirinya sendiri sebagai seorang anak laki-laki yang berdoa untuk bisa menjadi seorang prajurit… Ia melihat dirinya masuk Angkatan Darat dan menjadi prajurit.
Di sana ia menjadi sombong dan ambisius, dengan pandangan mata yang seakan-akan berkata bahwa suatu hari nanti ia akan memimpin sebuah resimen… Ia kemudian dipanggil untuk mengikuti peperangannya yang pertama, akan tetapi ketika ia berada di kamp di garis depan, sebuah bom jatuh dan membunuhnya… Ia dimasukkan ke dalam peti kayu untuk dikirimkan kembali kepada keluarganya. Semua ambisinya kini hancur berkeping-keping saat orang tuanya menangis dan terus menangis…

Lalu Tuhan berkata, "Sekarang lihatlah bagaimana rencanaKu telah terpenuhi sekalipun engkau tidak setuju." Sekali lagi ia memandang ke langit. Di sana ia memperhatikan kehidupannya, hari demi hari dan berapa banyak jiwa yang telah diselamatkannya... Ia melihat senyum di wajah pasiennya dan di wajah anggota keluarganya dan kehidupan baru yang telah diberikannya kepada mereka dengan menjadi seorang ahli bedah... Kemudian di antara para pasiennya, ia melihat seorang anak laki-laki yang juga memiliki impian untuk menjadi seorang prajurit kelak, namun sayangnya dia terbaring sakit. Ia melihat bagaimana ia telah menyelamatkan nyawa anak laki-laki itu melalui pembedahan yang dilakukannya…
Hari ini anak laki-laki itu telah dewasa dan menjadi seorang jenderal. Ia hanya dapat menjadi jenderal setelah ahli bedah itu menyelamatkan nyawanya…

Sobat… Sampai di situ, Ia tahu bahwa Tuhan ternyata selalu berada bersama dengannya. Ia mengerti bagaimana Allah telah memakainya sebagai alatNya untuk menyelamatkan beribu-ribu jiwa, dan memberikan masa depan kepada anak laki-laki yang ingin menjadi prajurit itu....

Sobat…
Untuk dapat melihat kehendak Allah digenapkan di dalam hidup kita…, kita harus mengikuti Allah dan bukan mengharapkan Allah yang mengikuti kita...

Apa yang kita alami hari ini, mungkin kita tidak mengerti… Mengapa semua itu terjadi…
Kita punya rencana… Kita punya cita – cita yang indah yang sudah kita persiapkan sedemikian rupa… Tetapi hanya kekecewaan yang kita rasakan… karena semuanya itu tidak terwujud…

Mungkin kita sudah berdoa sedemikian rupa, membawa segala permohonan kita kepada Tuhan… Dan dengan keyakinan yang tinggi kita menatap hari depan kita, karena kita yakin Tuhan mengabulkan semua doa kita… tetapi yang terjadi adalah sakit hati… Karena semua doa kita tidak menjadi kenyataan…

Sobat… Satu hal tanamkan di dalam hati bahwa yang Tuhan beri pastilah yang terindah didalam hidup kita...
Tuhan takkan memberi ular beracun kepada mereka yang minta roti...
Tantangan, gangguan, hambatan, ancaman, cobaan hidup yang anda alami takkan melebihi kekuatanmu...

Sobat… Serahkan segala masa depan kita kepada Tuhan… Syukurilah untuk semua yang telah Tuhan berikan di dalam hidup kita… Tuhan membentuk kita sedemikian rupa, untuk menjadi alat kemuliaanNya…
Adakah diantara kita yang mau menyerahkan hidup kita dalam rencanaNya…???

Tuhan Yesus memberkati,

Daniel C. Saputra

Jumat, 18 Maret 2011

BIARKAN TUHAN MENILAIMU


BIARKAN TUHAN MENILAIMU

Sobat…
Seringkali kita diajarkan tentang kasih… Bagaimana kita bukan hanya mengasihi diri kita sendiri, tetapi juga mengasihi orang lain… Bahkan mengasihi musuh kita…

Sobat… Di dunia ini kita tidaklah hidup seorang diri…
Kita punya keluarga, teman, kitapun memiliki sahabat.

Tetapi seringkali, ketika kita sudah berusaha mengasihi mereka… melakukan hal – hal kebaikan kepada mereka… Apa yang kita dapatkan…???
Kita sering kecewa… Kita sering sakit hati… yang menjadi akar kepahitan dalam hidup kita…
Lalu kita bertanya… Dimanakah kasih itu…???
Masih haruskah kita membagikan kasih, ditengah – tengah orang yang tidak mempedulikan akan keberadaan kasih…

Atau kasih sekarang hanyalah sebagai buah bibir, yang tak bermakna tanpa adanya perbuatan…

Iri hati… Memandang rendah orang, tipu daya dan lain sebagainya yang menjadikan kasih itu aus… terkikis… walau berada ditengah orang yang memperbincangkan tentang kasih…

Sebuah tulisan yang diajarkan oleh Mother Theresa, untuk perenungan kita…

Apabila engkau berbuat baik, orang lain mungkin akan berprasangka bahwa ada maksud – maksud buruk di balik perbuatan baik yang kau lakukan. Tetapi…, tetaplah berbuat baik.
Terkadang orang berpikir secara tidak masuk akal dan bersikap egois. Tetapi…, bagaimanapun juga, terimalah mereka apa adanya.

Apabila engkau sukses, engkau mungkin akan mempunyai musuh dan juga teman yang iri hati atau cemburu. Tetapi… teruskanlah kesuksesanmu itu.

Apabila engkau jujur dan terbuka, orang lain mungkin akan menipumu. Tetapi…, tetaplah bersikap jujur dan terbuka.

Apa yang telah engkau bangun bertahun – tahun lamanya, dapat dihancurkan orang dalam satu malam saja. Tetapi…, janganlah berhenti dan tetaplah membangun…

Apabila engkau menemukan kedamaian dan kebahagiaan di dalam hati, orang lain mungkin akan iri hati kepadamu. Tetapi…, tetaplah berbahagia.

Kebaikan yang kau lakukan hari ini, mungkin besok dilupakan orang. Tetapi…, teruslah berbuat baik.
Berikan yang terbaik dari apa yang kau miliki, dan itu mungkin tidak akan pernah cukup. Tetapi…, tetap berikanlah yang terbaik.

Sobat…
Sadarilah bahwa semuanya itu ada di antara engkau dan Tuhan…
Jangan pedulikan apa yang orang lain pikir atas perbuatan baik yang kau lakukan…
Tetapi percayalah bahwa mata Tuhan tertuju pada orang – orang jujur dan Dia sanggup melihat ketulusan hatimu.

Sobat…
Sudahkan kita tulus memberikan dan membagikan kasih itu kepada orangt – orang yang ada di sekitar kita…
Atau mungkin kita sama dengan mereka… yang penuh dengan intrik dalam mengasihi…

Ketika anda mengasihi dengan tulus… teruskan melakukan hal – hal tersebut…
Tuhan mengerti… Tuhan mengetahui ketulusan hati kita… Biarkanlah Tuhan yang menilai kehidupan kita…!!!

Selamat Mengasihi…
Daniel C. Saputra



EMPAT OBAT MUJARAB


EMPAT OBAT MUJARAB

Sobat… Ada seorang anak muda… Ia telah berusaha memberikan dasar yang kokoh bagi keluarganya. Namun ia menemukan kekosongan di dasar sanubarinya… Ia dilanda kecemasan dan kehilangan arah hidup. Semakin hari situasinya semakin parah… Akhirnya, Ia memutuskan untuk pergi ke dokter sebelum menjadi amat terlambat.

Setelah mendengarkan keluhannya, dokter memberikan empat bungkus obat sambil berpesan;
“Besok pagi sebelum jam sembilan pagi engkau harus menuju pantai seorang diri sambil membawa ke empat bungkus obat ini… Jangan membawa buku atau majalah. Juga jangan membawa radio atau tape… Di pantai nanti anda membuka bungkusan obat sesuai dengan waktu yang tercatat pada bungkusannya, yakni pada jam sembilan, jam dua belas, jam tiga dan jam lima. Dengan mengikuti resep yang ada di dalamnya aku yakin penyakitmu akan sembuh...”

Sobat… Orang tersebut berada di antara percaya dan ragu akan resep yang diberikan dokter…
Namun demikian pada hari berikutnya ia pergi juga ke pantai…
Begitu tiba di pesisir pantai di pagi hari, sementara matahari pagi mulai muncul di ufuk timur dan laut biru memantulkan kembali sinarnya yang merah keemasan itu, sambil deru ombak datang silih berganti, hatinya dipenuhi kegembiraan yang amat dalam…

Tepat jam sembilan, ia membuka bungkusan obat yang pertama…
Tapi tak ia dapati obat didalamnya, cuma secarik kertas dengan tulisan: “Dengarlah”. Aneh bin ajaib, orang tersebut patuh pada apa yang diperintahkan. Ia lalu duduk tenang mendengarkan desiran angin pantai serta deburan gelombang yang memecah bibir pantai.
Ia bahkan secara perlahan-lahan mampu mendengarkan setiap detak jantungnya sendiri yang menyatu dengan melodi musik alam di pantai itu…
Telah begitu lama ia tak pernah duduk dan menjadi sungguh tenang seperti hari ini. Ia terlampau sibuk dengan usahanya… Saat ini ia merasa seakan-akan jiwanya dibasuh bersih…

Jam dua belas tepat... Ia membuka bungkusan obat yang kedua. Tentu seperti halnya bungkusan yang pertama, tak ada obat yang didapati kecuali selembar kertas bertulis, “Mengingat”.
Ia beralih dari mendengarkan musik pantai yang indah dan nyaman itu dan perlahan-lahan mengingat setiap jejak langkahnya sendiri sejak kanak-kanak… Ia mengingat masa-masa sekolahnya dulu, mengingat kedua orang tuanya yang senantiasa memancarkan kasih di wajah mereka… Ia juga mengingat semua teman yang ia cintai dan tentu juga mencintainya. Ia merasakan ada segumpal kekuatan dan kehangatan hidup memancar dari dasar batinnya.

Ketika ia membuka bungkusan ketiga saat waktu menunjukan jam tiga tepat, ia menemukan secaraik kertas dengan tulisan: “Menimbang dan menilai motivasi.
Ia memejamkam mata, memusatkan perhatiannya untuk menilai kembali niat pertama ketika ia membangun usahanya… Saat itu yang menjadi inspirasi utama ia membuka usahanya adalah secara gigih bekerja untuk melayani kebutuhan sesamanya… Namun ketika usahanya kini telah memperoleh bentuknya, ia lupa hal ini dan hanya berpikir tentang keuntungan yang bakal diperoleh.
Keuntungan kini menjadi penguasa dirinya, ia telah berubah menjadi manusia yang egoistis, serta lupa memperhatikan nasib orang lain… Ia kini seakan telah mampu melihat akar penyakitnya sendiri, ia menemukan alasan yang senantiasa membuatnya cemas.

Ketika matahari telah hilang dan bentangan laut berubah merah, ia membuka bungkusan obatnya yang terakhir… Di sana tertulis: “Tulislah segala kecemasanmu di bibir pantai.” Ia menuju bibir pantai, lalu menuliskan kata “cemas”. Ombak datang serentak dan menghapus apa yang baru dituliskannya. Bibir pantai seakan disapu bersih, kata “cemas” yang baru ditulisnya hilang ditelan ombak.

Siapakah tokoh utama dalam kisah di atas…??? Mungkin kita, mungkin pula anda...!!!
Pernahkah kita secara tulus mendengarkan bahasa batin kita sendiri…? Atau pernahkah kita mengingat segala yang manis maupun pahit yang terjadi di masa silam namun telah membentuk siapa kita saat ini…? Apa yang menjadi motivasi utama hidup kita hari ini dan besok…? Dan apa kecemasan kita…?

Sobat… Mari kita menuliskan setiap beban dan kecemasan kita dan kita serahkan kepada Dia; Tuhan yang akan memberikan kekuatan kepada kita.
Sobat…, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11:28)

Daniel C. Saputra